Bismillah, telah menjadi sunnatullah datang
generasi baru yang meneruskan perjuangan generasi terdahulu. Para
pemuda, sejak dulu selalu memendam asa dan cita-cita untuk memperbaiki
kondisi bangsa. Di dalam Al-Qur’an misalnya, kita mengenal para pemuda
bertauhid yang disebut Ashabul Kahfi.
Di dalam sejarah Islam pun kita mengenal pemuda-pemuda
pembela agama dari kalangan para sahabat yang mulia seperti Ali bin Abi
Thalib, Usamah bin Zaid, dan Ibnu Abbas yang tersohor keahliannya dalam
hal tafsir Al-Qur’an.
Di dalam hadits pun kita membaca salah satu golongan yang
diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat; seorang pemuda yang tumbuh
dalam ketaatan beribadah kepada Rabbnya. Pemuda yang tidak silau oleh
gemerlapnya dunia. Pemuda yang memancangkan cita-cita setinggi bintang
di langit dan berjuang keras menggapai surga.
Namun, realita tidak seindah yang dikira. Banyak pemuda
yang justru hanyut dalam arus kerusakan dan penyimpangan. Bukan hanya
masalah narkotika, tawuran, atau pergaulan bebas. Lebih daripada itu,
kerusakan yang menimpa para pemuda juga telah menyerang aspek-aspek
fundamental dalam agama. Munculnya para pengusung pemikiran liberal,
merebaknya gerakan-gerakan yang mencuci otak anak muda dengan limbah
kesesatan.
Oleh sebab itulah, perlu kesadaran dari semua pihak untuk
ikut menjaga tunas-tunas bangsa ini agar tumbuh di atas jalan yang
lurus, jalan yang diridhai Allah Ta’ala.
Mahasiswa, Bukan Lagi Anak SMA …
Dunia mahasiswa tidak sama dengan dunia SMA. Kebebasan
dalam atmosfer mahasiswa lebih besar dan lebih kuat daripada kebebasan
yang ada di masa SMA. Bebas bukan saja dalam hal seragam atau upacara,
tetapi lebih daripada itu bebas menentukan prioritas dan jadwal kegiatan
sehari-hari untuk dirinya.
Salah satu tanda bahwa seseorang mahasiswa mulai menapaki
jalan hidupnya yang ‘baru’ adalah ketika dia memilih dengan orang
seperti apa dia berteman dan mengambil nasihat dan arahan.
Bisa jadi seorang pemuda yang di kala SMA rajin ikut
kegiatan rohis kemudian berubah drastis setelah mencium aroma kebebasan
yang ada di atmosfer perkuliahan. Shalat berjamaah di masjid pun mulai
dia tinggalkan. Menghadiri pengajian pun seolah menjadi beban dan momok
dalam aktifitas keseharian. Al-Qur’an pun ditinggalkan, tidak dibaca
atau direnungkan.
Di sisi lain, ada juga anak-anak muda yang kembali
menemukan taman-taman surga di majelis ilmu agama. Mereka menjumpai
nasihat-nasihat indah dan peringatan untuk jiwanya agar tidak terlena
oleh gemerlapnya dunia. Di situlah, anak-anak muda itu mencari jalan
untuk menghimpun bekalnya menuju surga.
Allah berfirman (yang artinya),
“Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam
kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (Al-’Ashr: 1-3)
Waktulah yang akan membuktikan, jalan seperti apa yang
Anda pilih dalam kehidupan. Apakah jalan menuju kebahagiaan atau jalan
menuju jurang kehancuran …
Ingat, Pesan Orang Tua
Setiap orang tua yang melepas keberangkatan buah hatinya
untuk menimba ilmu di perguruan tinggi sering memesankan kepada anaknya,
“Jaga diri baik-baik ya nak … Jangan lupa belajar yang baik, manfaatkan
waktumu dengan baik.” Kiranya ini adalah nasihat yang sangat berharga
untuk kita.
Bagaimana menjaga diri kita dari hal-hal yang negatif.
Tentu, itu bukan perkara sepele dan remeh. Bahkan inilah yang
diperintahkan Allah kepada kita untuk menjaga diri dan keluarga kita
dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah berpesan kepada kita untuk menjaga aturan-aturan Allah supaya Allah tetap menjaga dan melindungi kita.
Banyak sekali godaan dan rintangan yang harus kita hadapi
di tengah dunia mahasiswa dan anak muda pada umumnya. Sebagian anak muda
bahkan punya semboyan ‘mumpung masih muda’ dengan maksud untuk
memuaskan segala keinginan hawa nafsunya sampai-sampai ada ungkapan,
‘muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga’.
Sungguh sebuah semboyan yang sarat dengan tanda tanya.
Dari pintu surga manakah kiranya masuk orang yang mudanya selalu
berfoya-foya dan melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya ?
Anda kuliah dengan amanah dari orangtua dan juga kesadaran
diri anda sendiri. Oleh sebab itu sudah saatnya anda meluruskan niat
anda dalam mencari ilmu, yaitu untuk memberi manfaat bagi kaum muslimin
dan juga dalam rangka membela agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu dinilai dengan niatnya dan setiap orang akan dibalas sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ilmu Agama Perisai Jiwa
Mahasiswa yang baik bukan hanya yang peduli dengan indeks
prestasi dan nilai kuliahnya. Lebih daripada itu, mahasiswa yang baik
adalah yang senantiasa menimba ilmu agama. Ilmu Al-Qur’an dan As Sunnah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu (agama) maka Allah akan memudahkan untuknya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Bagi anda yang dulu di SMA sekolah di pesantren atau
madrasah jangan terburu-buru merasa hebat. Betapa sering kita temukan,
orang-orang yang dulunya mengenyam pendidikan di pesantren atau madrasah
namun ketika kuliah menjadi berubah.
Tadinya rajin mengaji kemudian berubah rajin menyanyi.
Tadinya rajin membaca Qur’an kemudian berubah rajin fesbukan. Tadinya
rajin membeli buku agama kemudian berubah rajin membeli novel pujangga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah
melakukan amal-amal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti
potongan-potongan malam yang gelap gulita, di pagi hari seorang masih
beriman tetapi tiba-tiba sore hari menjadi kafir dan di sore hari
beriman lalu pagi harinya menjadi kafir. Dia rela menjual agamanya demi
mengais kesenangan dunia.” (HR. Muslim)
Oleh sebab itu besar sekali kebutuhan kita terhadap ilmu.
Karena ilmu akan menyirami hati kita, meneranginya dengan kebenaran dan
memuliakannya dengan keimanan. Imam Ahmad berkata, “Manusia jauh
lebih membutuhkan ilmu daripada kebutuhan mereka kepada makan dan minum.
Karena makanan dan minuman dibutuhkan dalam sehari sekali atau 2 kali.
Adapun ilmu dibutuhkan sebanyak hembusan nafas. ”
Tujuan Hidup Kita
Mahasiswa adalah manusia. Dan sebagaimana manusia yang
lain ia harus tunduk beribadah kepada Allah. Inilah tujuan keberadaan
kita di alam dunia ini. Bukan semata-mata untuk memenuhi nafsu dan
mengumbar keinginan.
Allah berfirman (yang artinya), ”Tidaklah Aku ciptakan jindan manusia melainkan supaya beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
Jangan mengira bahwa ibadah terbatas pada sholat dan
puasa, atau berzakat dan naik haji. Ibadah itu luas, mencakup segala
ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Segala ucapan dan perbuatan serta
keyakinan yang dicintai dan diridhai Allah, maka itu adalah ibadah.
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan yang paling rendah -dari cabang iman- itu adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal ini menunjukkan kepada kita, bahwa ibadah kepada Allah
bisa kita lakukan dimanapun dan kapanpun. Bukan hanya di masjid, di
pesantren, di bulan Ramadhan, atau di tanah suci. Bahkan, ibadah bisa
dilakukan di rumah dengan mengerjakan shalat sunnah, dengan berbakti
kepada orang tua, dengan mendengarkan lantunan murottal Al-Qur’an,
berdzikir pagi dan petang, dan lain sebagainya. Ibadah juga bisa kita
lakukan ketika berada di kampus, dengan menghormati orang-orang yang
lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menebarkan salam, menundukkan
pandangan dari lawan jenis, tidak berdua-duaan dengan wanita bukan
mahram, dsb.
Dengan demikian, seorang mahasiswa muslim akan mengarungi
lautan ibadah dalam hidupnya, dari satu ketaatan menuju ketaatan yang
lain, dari satu amalan menuju amalan yang lain. Sepanjang hayat
dikandung badan maka selama itu pula ia tunduk kepada Ar-Rahman.
Bertaubat Dari Kesalahan
Manusia adalah anak keturunan Adam ‘alaihis salam.
Dan setiap bani Adam banyak berbuat kesalahan. Sebaik-baik orang yang
bersalah adalah yang senantiasa bertaubat. Oleh sebab itu Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
orang yang banyak beristighfar, dalam sehari bisa sampai 70 bahkan 100
kali. Lalu siapakah kita ini jika dibandingkan dengan beliau. Kita tentu
lebih butuh kepada taubat dan istighfar di sepanjang hari yang kita
lalui.
Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Wahai
anak Adam, sesungguhnya kamu ini adalah kumpulan perjalanan hari. Setiap
hari berlalu maka pergi pula sebagian dari dirimu.”
Kita sering lalai dari berzikir kepada Allah, padahal zikir adalah sebab ketenangan hati dan kesejukan jiwa. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Zikir bagi hati seperti air bagi ikan, bagaimanakah keadaan ikan apabila dikeluarkan dari air.”
Kita juga sering lalai dari membaca Al-Qur’an dan
merenungkan kandungan ayat-ayat-Nya. Padahal kemuliaan hanya akan
dicapai oleh orang yang mengikuti petunjuk Al-Qur’an. Allah berfirman
(yang artinya), “Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku maka ia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (Thaha: 123).
Ibnu Abbas berkata, ”Allah menjamin bagi orang yang
membaca al-Qur’an dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya, bahwa dia
tidak akan sesat di dunia serta tidak celaka di akhirat.”
Oleh sebab itu marilah kita memperbanyak taubat dan
istighfar, berusaha mengevaluasi dan memperbaiki diri. Jangan sampai
kita termasuk orang yang digambarkan dalam ungkapan, ‘semut di seberang
lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak’. Kita sibuk mengkritik
orang namun lalai dari mengkritik diri sendiri. Nas’alullahal afiyah …
Siapakah Kita Dibanding Mereka?
Para pendahulu kita yang salih -sahabat-sahabat Nabi-
adalah orang-orang yang tidak diragukan keimanannya. Sampai-sampai orang
sekelas Abu Bakar dikatakan bahwa imannya lebih berat daripada iman
seluruh penduduk bumi selain para Nabi. Orang-orang yang telah
mendapatkan janji surga. Meskipun demikian, mereka bukan orang yang
sombong dan angkuh dengan prestasinya.
Justru mereka khawatir akan diri dan amal-amalnya. Ibnu
Abi Mulaikah berkata, “Aku berjumpa dengan tiga puluh orang sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara mereka semua takut dirinya tertimpa kemunafikan.”
Ya, siapakah kita jika dibandingkan dengan mereka ?
Sebagian pemuda atau mahasiswa begitu bangga dan pede dengan kecerdasan
dan prestasinya, seolah-olah kesuksesan adalah buah ciptaannya. Dialah
yang menjadi penentu atas segalanya. Dia lupa bahwa kepandaian,
kecerdasan, dan pemahaman adalah karunia dari Allah Ta’ala.
Betapa seringnya kita lalai dari bersyukur kepada Allah.
Meskipun demikian, kita sering merasa bahwa diri kitalah yang berjasa,
diri kitalah yang menjadi kunci kebaikan, padahal di tangan Allah semata
segala kebaikan. Oleh sebab itu kita harus merasa khawatir akan nasib
amal-amal kita. Di samping kita terus berharap dan berusaha menggapai
ridha-Nya.
Mensyukuri Nikmat Allah
Banyak anak muda yang lalai terhadap masa mudanya, lalai
dari nikmat kesehatan dan waktu luang yang diberikan kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu dalam hal keduanya; sehat dan waktu luang.” (HR Bukhari).
Kesehatan adalah nikmat dari Allah. Waktu luang adalah
juga nikmat dari Allah. Wajib bagi kita untuk mensyukuri nikmat-nikmat
Allah itu. Nikmat yang sedemikian banyak, sampai-sampai kita pun tidak
bisa menghingganya.
Dikatakan oleh Salamah bin dinar, “Setiap nikmat yang tidak mendekatkan diri kepada Allah, maka itu adalah malapetaka.”
Banyak orang yang larut dalam kesenangan-kesenangan semu.
Mereka tertawa-tawa, bersuka ria dan membuang-buang waktunya dalam
perkara yang sia-sia bahkan dosa. Mereka mengira bahwa semua itu bisa
dibiarkan berlalu begitu saja. Hanya sekedar untuk mengisi malam minggu
katanya.
Atau sekedar mengisi kekosongan waktu dengan mengobrol dan
merokok sampai larut malam hingga akhirnya tidak shalat subuh berjamaah
di masjid. Padahal salah satu ciri orang munafik adalah malas
mendirikan sholat dan berat untuk hadir sholat subuh dan isyak berjamaah
di masjid (bagi kaum lelaki).
Begitu juga dari kalangan wanita. Tidak sedikit kaum
mahasiswi dan remaja putri yang keluar malam-malam untuk berdua-duaan
dengan pacarnya, mendengarkan lagu-lagu penuh hembusan nafsu dan
menonton konser band idola sambil berdesak-desakan dengan lawan jenis.
Tentu perkara-perkara semacam ini akan mendatangkan banyak kerusakan.
Dan yang lebih dalam lagi, bahwa itu bukan termasuk bentuk bersyukur
kepada Allah …
Jalan Kebahagiaan
Ketahuilah, wahai saudaraku -semoga Allah merahmatimu-
sesungguhnya kebahagiaan yang kita idam-idamkan adalah sebuah kenikmatan
abadi di akhirat nanti.
Dalam sebuah hadits Qudsi Allah berfirman, “Aku telah
menyiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang salih, kesenangan yang belum
dilihat oleh mata, belum didengar oleh telinga, dan belum terbersit
dalam hati manusia.” (HR. Bukhari)
Iman dan takwa adalah bekal kita untuk meraih kebahagiaan
itu. Kebahagiaan yang akan dirasakan oleh orang-orang yang beriman di
dunia dan di akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan lezatnya iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim).
Kebahagiaan di dalam hati orang-orang yang beriman adalah
kebahagiaan yang tidak bisa dilukiskan dengan untaian pantun dan sajak
pujangga. Kebahagiaan yang membuat seorang budak hitam yang bernama
Bilal bin Rabah lebih memilih disiksa daripada kembali kepada kekafiran.
Kebahagiaan yang membuat seorang Salman Al Farisi berpetualang mencari
kebenaran Islam tanpa kenal lelah. Kebahagiaan yang membuat seorang Abu
Bakar Ash-Shiddiq rela mencurahkan semua hartanya untuk sedekah di jalan
Allah.
Kebahagiaan yang tidak lekang oleh masa, tidak hancur oleh
umur dan tidak surut karena ocehan dan cercaan manusia. Sebab
kebahagiaan itu telah bersemayam di dalam lubuk hatinya. Kemanapun dia
pergi maka kebahagiaan selalu menyertainya.
Selamatkan Hatimu…!
Setan telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan
manusia. Ia datang dengan berbagai tipu daya dan bala tentaranya.. Ia
juga mengalir dalam tubuh manusia seperti peredaran darah. Ia memberikan
rayuan dan menebar angan-anagn palsu. Ia hanya akan mengajak
kelompok/hizb-nya untuk bersama-sama menjadi penghuni neraka yang
menyala-nyala.
Setan mengutus pasukan-pasukannya setiap hari untuk
menebar fitnah dan kekacauan. Baik fitnah berupa kesenangan hawa nafsu
yang terlarang, demikian pula fitnah berupa pemyimpangan pemikiran dan
pemahaman. Inilah dua senjata iblis dalam menyesatkan bani Adam dari
jalan yang lurus.
Oleh sebab itu sudah menjadi tugas kita bersama untuk
menjauhi langkah-langkah setan dan tipu dayanya. Kita harus menjaga hati
kita dari bujukan dan godaannya.. Lebih daripada itu kita harus
memurnikan ibadah kepada Allah semata, inilah sebab utama agar bisa
terbebas dari jebakan dan godaannya, dengan pertolongan Allah jua.
Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari itu (kiamat)
tidaklah bermanfaat harta dan keturunan, kecuali bagi orang yang datang
kepada Allah dengan hati yang selamat.” (Asy-Syu’araa: 88-89).
Hati yang selamat adalah hati yang beriman, hati insan bertauhid, hati yang bersih dari
syirik dan kemunafikan. Abu ‘Utsman An-Naisaburi berkata, bahwa hati yang selamat (
qalbun salim) itu adalah hati yang bersih dari bid’ah dan merasa tentram dengan sunnah/tuntunan Nabi.
Marilah, kita memohon kepada Allah untuk mensucikan
jiwa-jiwa kita, dan memberikan ketakwaan ke dalam hati kita, sebagaimana
kita memohon agar Allah mematikan kita dalam keaadaan Dia ridha kepada
kita …
Maut Tidak Pandang Bulu
Anak muda bukan jaminan jauh dari maut. Betapa sering kita
mendengar anak kecil yang mati karena kecelakaan atau menjadi korban
penganiayaan. Kita juga mendengar anak muda yang mati tertabrak dan ada
juga yang mati karena menjadi korban kerusuhan dan tawuran.
Bahkan, anak muda yang soleh, rajin ke masjid, aktif
membantu kegiatan dakwah, bahkan sudah hampir lulus kuliah pun ada yang
tidak luput dari jemputan
malaikat maut. Siapa diantara kita yang merasa aman ? Siapa diantara kita yang merasa dirinya pasti selamat di akhirat ?
Umar bin Khaththab berkata, “Seandainya ada yang
berseru dari langit: masuklah kalian semua ke dalam surga kecuali satu,
aku takut satu orang itu adalah aku. Dan seandainya ada yang berseru
dari langit masuklah kalian semua ke dalam neraka kecuali satu: aku
berharap satu orang itu adalah aku.”
Kematian pasti datang, dan kita tidak bisa mengundurkan
atau memajukannya walaupun 1 jam saja. Siapa yang menunda-nunda taubat
dan kebaikan pasti akan menyesalinya. Orang kafir di akhirat pun ingin
dikembalikan ke alam dunia untuk melakukan amal salih yang dulu
ditinggalkannya. Namun angan-angan pada hari itu tinggal angan-angan
saja.
Tsabit Al-Bunani berkata, “Beruntunglah orang yang
banyak mengingat kematian. Tidaklah seorang yang memperbanyak mengingat
kematian melainkan pasti tampak pengaruhnya di dalam amal perbuatannya.”
Wahai anak muda, anda dan kita semua tidak tahu kapankah
malaikat maut datang untuk mencabut nyawa kita … maka bersiaplah;
bersiaplah dengan iman dan amal salih …
Saatnya Melangkah…
Hari demi hari berlalu, bulan demi bulan datang
menghampiri, kita semakin dekat menuju kematian. Hanya ketakwaan bekal
terbaik yang bisa kita siapkan. Barangsiapa yang bertakwa dan bersabar
maka sesungguhnya Allah tidak akan mneyia-nyiakan pahala bagi
orang-orang yang berbuat kebaikan. Allah mencintai orang-orang yang
bertakwa. Allah mencintai orang-orang yang rajin bertaubat dan
mensucikan diri. Allah mencintai orang-orang yang bersabar dalam
menghadapi cobaan.
Seorang ulama besar pernah berkata, “Aku memohon kepada
Allah yang Maha Mulia Rabb pemilik ‘Arsy yang agung, semoga Allah
melindungi dirimu di dunia dan di akhirat dan menjadikan dirimu
diberkahi dimanapun kamu berada, dan menjadikan kamu termasuk orang yang
apabila diberi nikmat bersyukur, apabila diberi cobaan bersabar, dan
apabila berbuat dosa beristighfar. Sesungguhnya ketiga hal itu adalah
pertanda kebahagiaan.”
Mahasiswa muslim -dimanapun anda berada- tugas dan
tanggung jawab masa depan bangsa ini ada di pundak kita. Sebagaimana
dikatakan oleh seorang tokoh gerakan Islam, “Dirikanlah negara Islam di dalam hati kalian, niscaya ia akan tegak di bumi kalian.”
Kita tentu berharap negeri ini menjadi negeri yang aman
dan berlimpah rizki dan kebaikan dari langit dan dari bumi, dan itu
semuanya terpulang kepada perjuangan dan upaya kita untuk terus belajar
dan memperbaiki diri.
Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah
tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka sendiri yang
mengubah apa-apa yang ada pada dirinya sendiri.” (Ar-Ra’d: 11).
Maka, mulailah perbaikan itu dari diri kita masing-masing …
Barakallahu fiikum !
0 komentar: